POLA INVESTASI PADA KOPERASI
Investasi pada koperasi memberikan
konsekuensi kelembagaan pada koperasi, baik pada bentuk kelembagaannya
maupun pada sistem operasional dan prosedurnya. Setidaknya ada tiga
bentuk kelembagaan sebagai konsekuensi adanya investasi pada koperasi,
yaitu: investasi langsung pada kegiatan usaha koperasi, investasi pada
unit usaha otonom koperasi, dan investasi pada perseroan milik koperasi.
Investasi langsung pada kegiatan usaha koperasi biasanya dilakukan untuk menambah modal pada satu kegiatan usaha koperasi yang sedang berkembang. Model kelembagaan pada pelaksanaan investasi seperti ini menimbulkan konsekuensi yang paling kompleks karena dua hal; hak suara dan hak keuntungan. Investasi pada model ini tidak mempunyai hak suara (nonvoting stock), karena hanya anggota yang mempunyai hak suara. Oleh karena itu investor tidak mempunyai hak untuk pengelolaan dan pengawasan, yang berakibat pada lemahnya akses untuk penentuan hak keuntungan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut hal hal yang menjadi sumber wanpretasi biasanya dinegosiasikan sejak awal dan dituangkan dalam surat perjanjian investasi. Mengingat kompleksitasnya, biasanya koperasi menawarkan model investasi dengan tingkat pendapatan tetap, baik berupa nilai nominal maupun berupa prosentase tertentu dari keuntungan.
Investasi pada unit usaha otonom koperasi lebih mudah dan fleksibel lagi. Pada model ini pengelolaan dan administrasi dilakukan sendiri secara otonom oleh unit usaha koperasi, sehingga investor lebih mudah untuk mengikuti perkembangannya. Namun demikian investor tetap tidak bisa ikut dalam pengelolaan dan pengawasan, karena dua kegiatan tersebut dilakukan oleh dan atas nama koperasi. Investor dapat mengikuti perkembangannya melalui sistem pelaporan. Oleh karena itu sistem pelaporan operasional menjadi hal penting yang harus masuk dalam perjanjian.
Model ketiga adalah investasi pada badan usaha atau perseroan milik koperasi. Karena investasi dilakukan ke perseroan, yang berlaku adalah peraturan dan undang undang perseroan. Pada model ini, jika investasi dilakukan dalam bentuk penyertaan modal, maka kepemilikan, pengelolaan dan pengawasan dilakukan bersama antara koperasi dan investor secara proporsional sesuai dengan besarnya investasi yang disertakan. Beda halnya jika investasi yang dilakukan dalam bentuk modal penyertaan, dimana kerjasama investasi dituangkan dalam bentuk perjanjian investasi antara koperasi dan investor. Model pertama dan kedua biasanya hanya diminati oleh anggota koperasi, sedangkan pada model ketiga lebih bisa menarik investor non anggota, baik perseorangan maupun badan usaha. Sayangnya, Ketiga model kelembagaan untuk berinvestasi di koperasi ini belumlah banyak dipahami oleh masyarakat. Hal ini akan berdampak buruk jika ada yang memanfaatkan koperasi untuk memobilisasi modal dari masyarakat. Beberapa kasus yang terjadi tergolong cukup besar karena telah berhasil menggalang dana trilyunan rupiah, seperti kasus koperasi Langit Biru dan Koperasi Cipaganti.
Komentar
Posting Komentar